TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pelaksana Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan kebijakan pemerintah soal kewajiban penumpang angkutan jarak jauh untuk mengantongi hasil tes usab atau swab PCR dan rapid test Antigen membuat masyarakat bingung. Kebijakan ini sebelumnya telah diterapkan di beberapa daerah.
“Dalam memberikan informasi soal Nataru (Natal dan tahun baru), kebijakan berubah-ubah sehingga membingungkan masyarakat dan pada titik tertentu merugikan,” ujar Tulus dalam diskusi virtual, Sabtu, 19 Desember 2020.
Tulus menyebut persoalan pencegahan penyebaran Covid-19 di Indonesia bukan semata-mata diukur dari jenis pengetesan. Namun, hal yang lebih penting dari itu adalah konsistensi pemerintah dalam menerapkan kebijakan.
Pada Lebaran lalu, kata Tulus, pemerintah berwacana menggeser libur Idul Fitri ke akhir tahun. Masyarakat pun sudah bersiap-siap membeli tiket perjalanan maupun memesan voucer hotel.
Namun akhirnya cuti bersama akhir tahun dipangkas karena angka Covid-19 masih tinggi. Kebijakan keluar daerah pun diperketat dengan pemberlakuan syarat dokumen kesehatan berupa tes Antigen dan PCR.
Menurut Tulus, pemerintah salah perhitungan dalam menyampaikan kebijakan sehingga masyarakat harus merugi, terutama dari sisi finansial. Kerugian juga dialami oleh industri pariwisata, termasuk hotel, restoran, dan penerbangan.
Di sisi lain, Tulus menilai terdapat diskriminasi kebijakan antara penumpang angkutan umum dan penumpang kendaraan pribadi terkait kewajiban tes Covid-19. Tulus mengatakan syarat dokumen kesehatan bagi penumpang transportasi massal kerap tidak diterapkan bagi kendaraan pribadi.